Rabu, 14 Agustus 2013

SEJARAH TEKS AL-QUR'AN - MUSHAF USMANI

Selama pemerintahan `Usman, yang dipilih oleh masyarakat melalui bai'ah yang amat terkenal sebagai khalifah ketiga, umat Islam sibuk melibatkan diri di medan jihad yang membawa Islam ke utara sampai ke Azerbaijan dan Armenia. Berangkat dari suku kabilah dan provinsi yang beragam, sejak awal para pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan dan Nabi Muhammad SAW, di luar kemestian, telah mengajar mereka membaca AI-Qur'an dalam dialek masing-masing, karena dirasa sulit untuk meninggalkan dialeknya secara spontan. Akan tetapi sebagai akibat adanya perbedaan dalam menyebutkan huruf Al-Qur'an mulai menampakkan kerancuan dan perselisihan dalam masyarakat.

1. Sikap 'Usman terhadap Perselisihan Bacaan

Hudhaifa bin al-Yaman dari perbatasan Azerbaijan dan Armenia, yang telah menyatukan kekuatan perang Irak dengan pasukan perang Suriah, pergi menemui Usman, setelah melihat perbedaan di kalangan umat Islam di beberapa wilayah dalam membaca Al-Qur'an-Perbedaan yang dapat mengan­cam lahimya perpecahan. "Oh khalifah, dia menasihati, 'Ambillah tindakan untuk umat ini sebelum berselisih tentang kitab mereka seperti orang Kristen dan Yahudi.'

Adanya perbedaan dalam bacaan Al-Qur'an sebenarnya bukan barang baru sebab Umar sudah mengantisipasi bahaya perbedaan ini sejak zaman pemerintahannya. Dengan mengutus Ibn Mas'ud ke Irak, setelah Umar diberitahukan bahwa dia mengajarkan AI-Qur'an dalam dialek Hudhail (sebagaimana Ibn Mas'ud mempelajarinya), dan 'umar tampak naik pitam: 

“AI-Qur'an telah diturunkan dalam dialek Quraish, maka ajarkanlah menggunakan dialek Quraish, bukan menggunakan dialek Hudhail.”

Dalam masalah ini komentar Ibn Hajar dirasa sangat penting. "Bagi kalangan umat Islam bukan Arab yang ingin membaca Al-Qur'an," katanya. "pilihan bacaan yang paling tepat adalah berdasarkan dialek Quraishi. Sesungguhnya dialek Quraish merupakan pilihan terbaik bagi kalangan Muslim bukan Arab (sebagaimana semua dialek Arab sama susahnya bagi Mereka).

Hudhaifa bin al-Yaman mengingatkan khalifah pada tahun 25 H dan pada tahun itu juga Usman menyelesaikan masalah perbedaan yang ada sampai tuntas. Beliau mengumpulkan umat Islam dan menerangkan masalah perbedaan dalam bacaan AI-Qur'an sekaligus meminta pendapat mereka tentang bacaan dalam beberapa dialek, walaupun beliau sadar bahwa beberapa orang akan menganggap bahwa dialek tertentu lebih unggul sesuai dengan afliasi kesukuan. Ketika ditanya pendapatnya sendiri beliau menjawab (sebagaimana diceritakan oleh 'Ali bin Abi Talib),

"Saya tahu bahwa kita ingin menyatukan manusia (umat Islam) pada satu Mushaf (dengan satu dialek) oleh sebab itu tidak akan ada perbedaan dan perselisihan" dan kami menyatakan "sebagai usulan yang sangat baik)."

Terdapat dua riwayat tentang bagaimana Usman melakukan tugas ini. Sam diantaranya (yang lebih masyhur) beliau membuat naskah mushaf semata-mata berdasarkan kepada Suhuf yang disimpan di bawah penjagaan Hafsa, bekas istri Nabi Muhammad saw. riwayat kedua yang tidak begitu terkenal menyatakan, Usman terlebih dahulu memberi wewenang pengum­pulan Mushaf dengan menggunakan sumber mana, sebelum membandingkannya dengan Suhuf yang sudah ada. Kedua-dua versi riwayat sepaham bahwa Suhuf yang ada pada Hafsa memainkan peranan penting dalam pembuatan Mushaf Usmani.
 
2. Usman Menyiapkan Mushaf Langsung dari Suhuf

 
Berdasarkan pada riwayat pertama Usman memutuskan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk melacak Suhuf dari Hafsa, mempercepat menyusun penulisan, dan memperbanyak naskah. AI-Bara' meriwayatkan,

Kemudian 'Usman mengirim surat kepada Hafsa yang menyatakan. "Kirimkanlah Suhuf kepada kami agar kami dapat membuat naskah yang sempurna dan kemudian Suhuf akan kami kembalikan kepada anda." Hafsa lalu mengirimkannya kepada 'Uthman, yang memerintahkan Zaid bin Thabit, `Abdullah bin az-Zubair, Sa'id bin al-'As, dan 'Abdur­Rahman bin al-Harith bin Hisham agar memperbanyak salinan (duplicate) naskah. Beliau memberitahukan kepada tiga orang Quraishi, "Kalau kalian tidak setuju dengan Zaid bin Thabit perihal apa saja mengenai Al-Qur'an, tulislah dalam dialek Quraish sebagaimana AI­Qur'an telah diturunkan dalam logat mereka." Kemudian mereka berbuat demikian, dan ketika mereka selesai membuat beberapa salinan naskah Usman mengembalikan Suhuf itu kepada Hafsa..
  
3. Usman Membuat Naskah Mushaf Tersendiri

 
i.    Pelantikan Sebuah Panitia yang Terdiri dari Dua belas Orang untuk Mengawasi Tugas Ini

 
Riwayat kedua adalah pendapat yang agak rumit dan kompleks. Ibn Sirin, (w. 110 H.) meriwayatkan,

Ketika Usman memutuskan untuk menyatukan Al-Qur'an, dia mengumpulkan panitia yang terdiri dari dua belas orang dari kedua-dua suku Quraish dan Ansar. Di antara mereka adalah Ubayy bin Ka'b dan Zaid bin Thabit.

Identitas dua belas orang ini bisa dilacak melalui beberapa sumber. AI­ Mu'arrij as-Sadusi menyatakan, "Mushaf yang baru disiapkan diperlihatkan pada (1) Sa'id bin al-'As bin Sa'id bin al-'As untuk dibaca ulang;" dia menambahkan (2) Nafi' bin Zubair bin `Amr bin Naufal.10 Yang lain termasuk (3) Zaid bin Thabit, (4) Ubayy bin Ka'b, (5) 'Abdullah bin az-Zubair, (6) 'Abrur-Rahman bin Hisham, dan (7) Kathir bin Aflah.11 Ibn Hajar menyebutkan beberapa nama lain: (8) Anas bin Malik, (9) ' Abdullah bin 'Abbas, dan (10) Malik bin Abi 'Amir.12 Dan al-Baqillani menyebutkan selebihnya (11) 'Abdullah bin `Umar, dan (12) `Abdullah bin 'Amr bin al-'As.

ii.      Penyusunan Sebuah Naskah Sendiri (Otonom)

 
Usman memercayakan pada dua belas orang di atas tadi untuk mengurusi tugas ini dengan mengumpulkan dan menabulasikan AI-Qur'an, yang ditulis di atas kertas kulit pada zaman Nabi Muhammad SAW Sejarawan ulung, Ibn `Asakir (w. 571 H.) menyebutkan dalam bukunya History of Damascus (sejarah Damaskus):

 
Dalam ceramahnya 'Usman mengatakan, "Orang-orang telah berbeda dalam bacaan mereka, dan saya menganjurkan kepada siapa saja yang memiliki ayat-ayat yang dituliskan di hadapan Nabi Muhammad SAW hendaklah diserahkan kepadaku." Maka orang-orang pun menyerahkan ayat-ayatnya, yang ditulis diatas kertas kulit dan tulang serta daun-daun, dan siapa saja yang menyumbang memperbanyak kertas naskah, mula­-mula akan ditanya oleh Usman, "Apakah kamu belajar ayat-ayat ini (seperti dibacakan) langsung dari Nabi sendiri?" Semua penyumbang menjawab disertai sumpah dan semua bahan yang dikumpulkan telah diberi tanda atau nama satu per satu yang kemudian diserahkan pada Zaid bin Thabit.

Malik bin AN 'Amir mengaitkan,

Saya salah seorang dari mereka yang menulis Mushaf (dari sumber yang tertulis), dan jika ada kontroversi mengenai ayat-ayat tertentu mereka akan bertanya, "Dari mana si penulis (di kertas kulit ini)? Bagaimana Nahi Muhammad SAW mengajar dia tentang ayat ini secara tepat?" Dan mereka akan meringkas tulisan, dan meninggalkan sebagian tempat kosong dan mengirimkannya kepada orang itu disertai pertanyaan untuk mengklarifikasi tulisannya

Oleh karena itu, naskah Mushaf independen itu muncul secara bertahap, dengan ke dua belas orang itu mengesampingkan semua ayat yang tidak pasti dalam ejaan konvensional, agar supaya Usman dapat melihatnya secara pribadi. Abu `Ubaid mencatat beberapa masalah yang ada. Salah satu yang tidak pasti contohnya dalam hal ejaan at-tabut, di mana menggunakan `t' terbuka (maftuhah) atau tertutup (marbutah). Hani al-Barbari, seorang langganan Usman, meriwayatkan:

“Saya bersama Usman tatkala panitia sedang sibuk membanding­bandingkan Mushaf. Dia mengutus saya agar menemui Ubayy bin Ka'b dengan tulang balm kambing yang bertulisan tiga kata yang berbeda dari tiga stirah yang berbeda-beda (masing-masing dari 2:259, 30:30, dan 86:17), memintanya agar mengecek kembali ejaan-ejaannya. Lalu Ubayy menuliskannya (dengan ejaan yang sudah diubah)”

 
iii.      Usman Mengambil Suhuf dari 'A'ishah Sebagai Perbandingan

 
'Umar bin Shabba, meriwayatkan melalui Sawwar bin Shabib, melaporkan:

Saya masuk ke kelompok kecil untuk bertemu dengan Ibn az-Zubair, lalu saya menanyakan kepadanya kenapa 'Uthman memusnahkan semua naskah kuno AI-Qur,an.

Dia menjawab, "Pada zaman pemerintahan 'Umar ada pembual bicara yang telah mendekati Khalifah memberitahukan kepadanya bahwa orang-orang telah berbeda dalam membaca AI-Qur'an. ‘Umar  menyelesaikan masalah ini dengan mengumpulknn semua salinan naskah AI-Qur'an dan menyamakan bacaan mereka, tetapi menderita yang sangat fatal akibat tikaman maut sebelum beliau dapat melakukan upaya lebih lanjut. Pada zaman pemerintahan ‘Uthman orang yang sama datang untuk mengingatkannya masalah yang sama di mana kemudian ‘Uthman memerintahkan untuk membuat Mushaf tersendiri (independent). Lalu dia mengutus saya menemui bekas istri Nabi Muhammad SAW , ‘A'ishah, agar mengambil kertas kulit (suhuf) yang Nabi Muhammad SAW sendiri telah mendiktekan keseluruhan Al-Qur'an. Mushaf yang dikumpulkan secara independent kemudian di dibandingkan dengan Suhuf ini, dan setelah melakukan koreksi terhadap kesalahan-kesalahan yang ada, kemudian ia menyuruh agar semua salinan naskah Al-Qur'an dimusnahkan.

Walaupun riwayat ini dianggap lemah menurut ukuran para ahli hadith (traditionist), tapi ada gunanya dalam menyebutkan riwayat ini yang mene­rangkan pengambilan Suhuf yang ada di bawah pengawasan atau penjagaan ‘A'ishah. Riwayat di bawah ini bagaimanapun menguatkan riwayat sebelumnya. Ibn Shabba meriwayatkan dari ‘Harun bin ‘Umar, yang mengaitkan bahwa,
 
Ketika Usman hendak membuat salinan (naskah) resmi, dia meminta ‘A'ishah agar mengirimkan kepadanya kertas kulit (Suhuf) yang dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW. yang disimpan di rumahnya. Kemudian dia menyuruh Zaid bin Thabit membetulkan sebagaimana mestinya, pada waktu itu beliau merasa sibuk dan ingin mencurahkan waktunya mengurus masyarakat dan membuat ketentuan hukum sesama mereka.

 
Begitu juga Ibn Ushta (w. 360 H./ 971 M.) melaporkan di dalam al­ Masahif, dalam penyelesaian masalah pembuatan naskah AI-Qur an tersendiri dengan menggunakan sumber utama, Usman mengutus seseorang ke rumah ‘A'ishah agar mengambil Suhuf Dalam usaha ini beberapa kesalahan telah terjadi dalam Mushaf yang kemudian ditashih sebagaimana mestinya.

 
Dan riwayat-riwayat ini kita tahu bahwa 'Uthman menyiapkan salinan Mushaf independent berdasarkan secara keseluruhannya pada sumber-sumber primer termasuk tulisan-tulisan sahabat ditambah dengan Suhuf dari 'A'ishah.

iv.     Usman Mengambil Suhuf dari Hafsa Guna Melakukan Verifikasi

 
Ibn Shabba melaporkan,

“Zaid bin Thabit berkata, "Ketika saya melakukan revisi Mushaf Usmani (Mushaf yang dibuat sendiri) saya temukan kekurangan satu ayat kemudian saya mencarinya di kalangan kaum Muhajirin dan Ansar (Karena mereka itu yang menulis AI-Qur'an pada zaman Nabi Muhammad saw.), sehingga saya mendapatkannya dari Khuzaimah bin Thabit al-Ansari. Kemudian saya menuliskannya... Lalu saya merevisinya sekali lagi dan tidak menemukan sesuatu (yang meragukan). Usman kemudian mengutus menemui Hafsah minta agar meminjamkan Suhuf yang dipercayakan pada dirinya; Hafsah lalu memberikan setelah Usman berjanji pasti atau bernazar hendak mengembalikan. Dalam perbandingan kedua ayat ini, saya tidak melihat adanya perbedaan. Kemudian saya kembalikan pada Usman dan penuh kegembiraan, dia menyuruh orang-orang membuat duplikat naskah dari Mushaf itu."

Jadi pada waktu itu naskah yang dibuat sendiri (independen) telah dibandingkan dengan Suhuf resmi yang sejak semula ada pada Hafsah.

Seseorang bisa jadi keheran-heranan mengapa khalifah Usman bersusah payah mengumpulkan naskah tersendiri (otonom) sedang akhimya juga dibandingkan dengan Suhuf juga. Alasannya yang paling mendekati kemungkinan barangkali sekadar upaya simbolik. Satu dasawarsa sebelumnya ribuan sahabat, yang sibuk berperang melawan orang-orang murtad di Yamamah dan di tempat lainnya, tidak bisa berpartisipasi dalam kompilasi Suhuf Untuk menarik lebih banyak kompilasi bahan-bahan tulisan, naskah Usman tersendiri (independen) memberi kesempatan kepada sahabat yang masih hidup untuk melakukan usaha yang penting ini
.
Dalam keterangan di atas, tidak terdapat inkonsistensi di antara Suhuf dan Mushaf tersendiri (independen), dan dari dua kesimpulan yang luas ini terdapat: pertama, sejak awal teks AI-Qur'an sudah benar-benar kukuh dan tidak cair (sebagaimana sementara menuduh) dan rapuh sehingga abad ketiga; dan kedua, Metodologi yang dipakai dalam kompilasi AI-Qur'an pada zaman kedua pemerintahan sangat tepat dan akurat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar