Selama
pemerintahan `Usman, yang dipilih oleh masyarakat melalui bai'ah yang amat
terkenal sebagai khalifah ketiga, umat Islam sibuk melibatkan diri di medan
jihad yang membawa Islam ke utara sampai ke Azerbaijan dan Armenia. Berangkat
dari suku kabilah dan provinsi yang beragam, sejak awal para pasukan tempur
memiliki dialek yang berlainan dan Nabi Muhammad SAW, di luar kemestian, telah
mengajar mereka membaca AI-Qur'an dalam dialek masing-masing, karena dirasa
sulit untuk meninggalkan dialeknya secara spontan. Akan tetapi sebagai akibat
adanya perbedaan dalam menyebutkan huruf Al-Qur'an mulai menampakkan kerancuan
dan perselisihan dalam masyarakat.
1. Sikap 'Usman
terhadap Perselisihan Bacaan
Hudhaifa
bin al-Yaman dari perbatasan Azerbaijan dan Armenia, yang telah menyatukan
kekuatan perang Irak dengan pasukan perang Suriah, pergi menemui Usman, setelah
melihat perbedaan di kalangan umat Islam di beberapa wilayah dalam membaca
Al-Qur'an-Perbedaan yang dapat mengancam lahimya perpecahan. "Oh
khalifah, dia menasihati, 'Ambillah tindakan untuk umat ini sebelum berselisih
tentang kitab mereka seperti orang Kristen dan Yahudi.'
Adanya
perbedaan dalam bacaan Al-Qur'an sebenarnya bukan barang baru sebab Umar sudah
mengantisipasi bahaya perbedaan ini sejak zaman pemerintahannya. Dengan
mengutus Ibn Mas'ud ke Irak, setelah Umar diberitahukan bahwa dia mengajarkan
AI-Qur'an dalam dialek Hudhail (sebagaimana Ibn Mas'ud mempelajarinya), dan
'umar tampak naik pitam:
“AI-Qur'an
telah diturunkan dalam dialek Quraish, maka ajarkanlah menggunakan dialek
Quraish, bukan menggunakan dialek Hudhail.”
Dalam
masalah ini komentar Ibn Hajar dirasa sangat penting. "Bagi kalangan umat
Islam bukan Arab yang ingin membaca Al-Qur'an," katanya. "pilihan
bacaan yang paling tepat adalah berdasarkan dialek Quraishi. Sesungguhnya
dialek Quraish merupakan pilihan terbaik bagi kalangan Muslim bukan Arab
(sebagaimana semua dialek Arab sama susahnya bagi Mereka).
Hudhaifa
bin al-Yaman mengingatkan khalifah pada tahun 25 H dan pada tahun itu juga Usman
menyelesaikan masalah perbedaan yang ada sampai tuntas. Beliau mengumpulkan
umat Islam dan menerangkan masalah perbedaan dalam bacaan AI-Qur'an sekaligus
meminta pendapat mereka tentang bacaan dalam beberapa dialek, walaupun beliau
sadar bahwa beberapa orang akan menganggap bahwa dialek tertentu lebih unggul
sesuai dengan afliasi kesukuan. Ketika ditanya pendapatnya
sendiri beliau menjawab (sebagaimana diceritakan oleh 'Ali bin Abi Talib),
"Saya
tahu bahwa kita ingin menyatukan manusia (umat Islam) pada satu Mushaf (dengan
satu dialek) oleh sebab itu tidak akan ada perbedaan dan perselisihan" dan
kami menyatakan "sebagai usulan yang sangat baik)."
Terdapat
dua riwayat tentang bagaimana Usman melakukan tugas ini. Sam diantaranya (yang
lebih masyhur) beliau membuat naskah mushaf semata-mata berdasarkan kepada
Suhuf yang disimpan di bawah penjagaan Hafsa, bekas istri Nabi Muhammad saw.
riwayat kedua yang tidak begitu terkenal menyatakan, Usman terlebih dahulu
memberi wewenang pengumpulan Mushaf dengan menggunakan sumber mana, sebelum
membandingkannya dengan Suhuf yang sudah ada. Kedua-dua versi riwayat sepaham
bahwa Suhuf yang ada pada Hafsa memainkan peranan penting dalam pembuatan
Mushaf Usmani.
2. Usman Menyiapkan
Mushaf Langsung dari Suhuf
Berdasarkan
pada riwayat pertama Usman memutuskan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk
melacak Suhuf dari Hafsa, mempercepat menyusun penulisan, dan memperbanyak
naskah. AI-Bara' meriwayatkan,
Kemudian 'Usman mengirim surat kepada Hafsa yang menyatakan. "Kirimkanlah Suhuf kepada kami agar kami dapat membuat naskah yang sempurna dan kemudian Suhuf akan kami kembalikan kepada anda." Hafsa lalu mengirimkannya kepada 'Uthman, yang memerintahkan Zaid bin Thabit, `Abdullah bin az-Zubair, Sa'id bin al-'As, dan 'AbdurRahman bin al-Harith bin Hisham agar memperbanyak salinan (duplicate) naskah. Beliau memberitahukan kepada tiga orang Quraishi, "Kalau kalian tidak setuju dengan Zaid bin Thabit perihal apa saja mengenai Al-Qur'an, tulislah dalam dialek Quraish sebagaimana AIQur'an telah diturunkan dalam logat mereka." Kemudian mereka berbuat demikian, dan ketika mereka selesai membuat beberapa salinan naskah Usman mengembalikan Suhuf itu kepada Hafsa..
3. Usman Membuat
Naskah Mushaf Tersendiri
i. Pelantikan Sebuah Panitia yang Terdiri dari Dua belas Orang untuk
Mengawasi Tugas Ini
Riwayat
kedua adalah pendapat yang agak rumit dan kompleks. Ibn Sirin, (w. 110 H.)
meriwayatkan,
Ketika
Usman memutuskan untuk menyatukan Al-Qur'an, dia mengumpulkan panitia yang
terdiri dari dua belas orang dari kedua-dua suku Quraish dan Ansar. Di antara
mereka adalah Ubayy bin Ka'b dan Zaid bin Thabit.
Identitas
dua belas orang ini bisa dilacak melalui beberapa sumber. AI Mu'arrij
as-Sadusi menyatakan, "Mushaf yang baru disiapkan diperlihatkan pada (1)
Sa'id bin al-'As bin Sa'id bin al-'As untuk dibaca ulang;" dia menambahkan
(2) Nafi' bin Zubair bin `Amr bin Naufal.10 Yang lain termasuk (3) Zaid bin
Thabit, (4) Ubayy bin Ka'b, (5) 'Abdullah bin az-Zubair, (6) 'Abrur-Rahman bin
Hisham, dan (7) Kathir bin Aflah.11 Ibn Hajar menyebutkan beberapa nama
lain: (8) Anas bin Malik, (9) ' Abdullah bin 'Abbas, dan (10) Malik bin Abi
'Amir.12 Dan al-Baqillani menyebutkan
selebihnya (11) 'Abdullah bin `Umar, dan (12) `Abdullah bin 'Amr bin al-'As.
ii. Penyusunan Sebuah Naskah Sendiri (Otonom)
Usman
memercayakan pada dua belas orang di atas tadi untuk mengurusi tugas ini dengan
mengumpulkan dan menabulasikan AI-Qur'an, yang ditulis di atas kertas kulit
pada zaman Nabi Muhammad SAW Sejarawan ulung, Ibn `Asakir (w. 571
H.) menyebutkan dalam bukunya History of Damascus (sejarah Damaskus):
Dalam ceramahnya 'Usman mengatakan, "Orang-orang telah
berbeda dalam bacaan mereka, dan saya menganjurkan kepada siapa saja yang
memiliki ayat-ayat yang dituliskan di hadapan Nabi Muhammad SAW hendaklah
diserahkan kepadaku." Maka orang-orang pun menyerahkan ayat-ayatnya, yang
ditulis diatas kertas kulit dan tulang serta daun-daun, dan siapa saja yang
menyumbang memperbanyak kertas naskah, mula-mula akan ditanya oleh Usman,
"Apakah kamu belajar ayat-ayat ini (seperti dibacakan) langsung dari Nabi sendiri?"
Semua penyumbang menjawab disertai sumpah dan semua bahan yang dikumpulkan
telah diberi tanda atau nama satu per satu yang kemudian diserahkan pada Zaid
bin Thabit.
Malik bin AN 'Amir mengaitkan,
Saya salah seorang dari mereka yang menulis Mushaf (dari
sumber yang tertulis), dan jika ada kontroversi mengenai ayat-ayat tertentu
mereka akan bertanya, "Dari mana si penulis (di kertas kulit ini)?
Bagaimana Nahi Muhammad SAW mengajar dia tentang ayat ini secara
tepat?" Dan mereka akan meringkas tulisan, dan meninggalkan sebagian
tempat kosong dan mengirimkannya kepada orang itu disertai pertanyaan untuk
mengklarifikasi tulisannya
Oleh
karena itu, naskah Mushaf independen itu muncul secara bertahap, dengan ke dua
belas orang itu mengesampingkan semua ayat yang tidak pasti dalam ejaan
konvensional, agar supaya Usman dapat melihatnya secara pribadi. Abu `Ubaid
mencatat beberapa masalah yang ada. Salah satu yang tidak pasti contohnya dalam
hal ejaan at-tabut, di mana menggunakan `t' terbuka (maftuhah) atau tertutup
(marbutah). Hani al-Barbari, seorang langganan Usman, meriwayatkan:
“Saya
bersama Usman tatkala panitia sedang sibuk membandingbandingkan Mushaf. Dia
mengutus saya agar menemui Ubayy bin Ka'b dengan tulang balm kambing yang
bertulisan tiga kata yang berbeda dari tiga stirah yang berbeda-beda
(masing-masing dari 2:259, 30:30, dan 86:17), memintanya agar mengecek kembali
ejaan-ejaannya. Lalu Ubayy menuliskannya (dengan ejaan yang sudah diubah)”
iii. Usman Mengambil Suhuf dari 'A'ishah Sebagai Perbandingan
'Umar bin Shabba, meriwayatkan melalui Sawwar bin Shabib,
melaporkan:
Saya masuk ke kelompok kecil untuk bertemu dengan Ibn
az-Zubair, lalu saya menanyakan kepadanya kenapa 'Uthman memusnahkan semua
naskah kuno AI-Qur,an.
Dia menjawab, "Pada zaman pemerintahan 'Umar ada pembual
bicara yang telah mendekati Khalifah memberitahukan kepadanya bahwa
orang-orang telah berbeda dalam membaca AI-Qur'an. ‘Umar menyelesaikan
masalah ini dengan mengumpulknn semua salinan naskah AI-Qur'an dan menyamakan
bacaan mereka, tetapi menderita yang sangat fatal akibat tikaman maut sebelum
beliau dapat melakukan upaya lebih lanjut. Pada zaman pemerintahan ‘Uthman
orang yang sama datang untuk mengingatkannya masalah yang sama di mana kemudian
‘Uthman memerintahkan untuk membuat Mushaf tersendiri (independent). Lalu dia
mengutus saya menemui bekas istri Nabi Muhammad SAW , ‘A'ishah, agar mengambil
kertas kulit (suhuf) yang Nabi Muhammad SAW sendiri telah mendiktekan
keseluruhan Al-Qur'an. Mushaf yang dikumpulkan secara independent kemudian di
dibandingkan dengan Suhuf ini, dan setelah melakukan koreksi terhadap
kesalahan-kesalahan yang ada, kemudian ia menyuruh agar semua salinan naskah
Al-Qur'an dimusnahkan.
Walaupun riwayat ini dianggap lemah menurut ukuran para ahli hadith (traditionist), tapi ada gunanya dalam menyebutkan riwayat ini yang menerangkan pengambilan Suhuf yang ada di bawah pengawasan atau penjagaan ‘A'ishah. Riwayat di bawah ini bagaimanapun menguatkan riwayat sebelumnya. Ibn Shabba meriwayatkan dari ‘Harun bin ‘Umar, yang mengaitkan bahwa,
Ketika Usman hendak membuat salinan (naskah) resmi, dia
meminta ‘A'ishah agar mengirimkan kepadanya kertas kulit (Suhuf) yang dibacakan
oleh Nabi Muhammad SAW. yang disimpan di rumahnya. Kemudian dia menyuruh Zaid
bin Thabit membetulkan sebagaimana mestinya, pada waktu itu beliau merasa sibuk
dan ingin mencurahkan waktunya mengurus masyarakat dan membuat ketentuan hukum
sesama mereka.
Begitu juga Ibn Ushta (w. 360 H./
971 M.) melaporkan di dalam al Masahif, dalam penyelesaian masalah pembuatan
naskah AI-Qur an tersendiri dengan menggunakan sumber utama, Usman mengutus
seseorang ke rumah ‘A'ishah agar mengambil Suhuf Dalam usaha ini beberapa
kesalahan telah terjadi dalam Mushaf yang kemudian ditashih sebagaimana
mestinya.
Dan
riwayat-riwayat ini kita tahu bahwa 'Uthman menyiapkan salinan Mushaf
independent berdasarkan secara keseluruhannya pada sumber-sumber primer
termasuk tulisan-tulisan sahabat ditambah dengan Suhuf dari 'A'ishah.
iv. Usman Mengambil Suhuf dari Hafsa Guna Melakukan Verifikasi
“Zaid bin Thabit berkata,
"Ketika saya melakukan revisi Mushaf Usmani (Mushaf yang dibuat sendiri)
saya temukan kekurangan satu ayat kemudian saya mencarinya di kalangan kaum
Muhajirin dan Ansar (Karena mereka itu yang menulis AI-Qur'an pada zaman Nabi
Muhammad saw.), sehingga saya mendapatkannya dari Khuzaimah bin Thabit
al-Ansari. Kemudian saya menuliskannya... Lalu saya merevisinya sekali lagi dan
tidak menemukan sesuatu (yang meragukan). Usman kemudian mengutus menemui
Hafsah minta agar meminjamkan Suhuf yang dipercayakan pada dirinya; Hafsah lalu
memberikan setelah Usman berjanji pasti atau bernazar hendak mengembalikan.
Dalam perbandingan kedua ayat ini, saya tidak melihat adanya perbedaan.
Kemudian saya kembalikan pada Usman dan penuh kegembiraan, dia menyuruh
orang-orang membuat duplikat naskah dari Mushaf itu."
Jadi
pada waktu itu naskah yang dibuat sendiri (independen) telah dibandingkan
dengan Suhuf resmi yang sejak semula ada pada Hafsah.
Seseorang
bisa jadi keheran-heranan mengapa khalifah Usman bersusah payah mengumpulkan
naskah tersendiri (otonom) sedang akhimya juga dibandingkan dengan Suhuf juga.
Alasannya yang paling mendekati kemungkinan barangkali sekadar upaya simbolik.
Satu dasawarsa sebelumnya ribuan sahabat, yang sibuk berperang melawan
orang-orang murtad di Yamamah dan di tempat lainnya, tidak bisa berpartisipasi
dalam kompilasi Suhuf Untuk menarik lebih banyak kompilasi bahan-bahan tulisan,
naskah Usman tersendiri (independen) memberi kesempatan kepada sahabat yang
masih hidup untuk melakukan usaha yang penting ini
.
Dalam keterangan di atas, tidak terdapat inkonsistensi di antara Suhuf dan Mushaf tersendiri (independen), dan dari dua kesimpulan yang luas ini terdapat: pertama, sejak awal teks AI-Qur'an sudah benar-benar kukuh dan tidak cair (sebagaimana sementara menuduh) dan rapuh sehingga abad ketiga; dan kedua, Metodologi yang dipakai dalam kompilasi AI-Qur'an pada zaman kedua pemerintahan sangat tepat dan akurat.
Dalam keterangan di atas, tidak terdapat inkonsistensi di antara Suhuf dan Mushaf tersendiri (independen), dan dari dua kesimpulan yang luas ini terdapat: pertama, sejak awal teks AI-Qur'an sudah benar-benar kukuh dan tidak cair (sebagaimana sementara menuduh) dan rapuh sehingga abad ketiga; dan kedua, Metodologi yang dipakai dalam kompilasi AI-Qur'an pada zaman kedua pemerintahan sangat tepat dan akurat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar